BiOSC adalah sebuah kelompok studi di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada yang fokus menitikberatkan perhatian pada tumbuhan dari familia Orchidaceae

Minggu, 22 Juni 2014

Mencintai Anggrek Untuk Mewujudkan Fakultas Biologi UGM sebagai “ORCHID RESEARCH CENTER”

Siapa yang tidak mengenal sosok ini? Bagi anggota BiOSC hukumnya wajib untuk mengenal sosok yang satu ini. Sosok yang kita kenal sebagai “Ibunya Anggrek”, yang diwajahnya selalu terukir senyum ramah yang khas ini. Beliau adalah dosen pembimbing BiOSC, Ibu Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc.,. Nah, untuk mengenal beliau lebih dekat lagi, simak cerita selengkapnya mengenai asam-manisnya perjalanan beliau berkecimpung di dunia anggrek selama ini.


Putri dari seorang Dokter Anak ini memulai kisah bersama anggrek saat beliau menjadi mahasiswa Biologi pada tahun 1981. Dulu Fakultas Biologi UGM terkenal sebagai pusat kegiatan peranggrekan di tanah air, karena fakultas ini mempunyai seorang ahli anggrek di Indonesia, bahkan menjadi salah satu pendiri Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI), yaitu Prof. Moeso Suryowinoto. Menurut bu Endang, dulu Fakultas Biologi memiliki tiga Greenhouse untuk tanaman anggrek. Pada tahun 1976, Prof. Moeso membangun Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan (sekarang Laboratorium Bioteknologi-Red) dengan menjual mobil pribadi/keluarga. Di Lab tersebut kegiatan peranggrekan, terutama kultur in vitro untuk penanaman biji anggrek dan perbanyakan klonal dilakukan sampai sekarang. Pada saat itu koleksi anggrek Fakultas Biologi sangat bervariasi, banyak jumlahnya dan sangat cantik, sehingga tak heran jika banyak para penganggrek yang berkunjung dan ingin belajar tentang budidaya anggrek ke Fakultas Biologi. Dalam rangka pengabdian kepada masyarakat, Fakultas Biologi bekerjasama dengan PAI setiap tahun menyelenggarakan Pelatihan Budidaya Anggrek untuk masyarakat dan sudah 3 kali menyelenggarakan Seminar Anggrek Nasional. Tetapi dengan adanya penambahan ruang dan pembangunan gedung disana-sini, sekarang greenhouse anggrek hanya tinggal 1, yang lokasinya menyatu dengan lab Bioteknologi, dan 1 rumah kawat anggrek spesies yang terdapat di sebelah luar greenhouse.

“Tetapi Tuhan memang sayang kepada kita, pada tahun 2009-2012 Fakultas Biologi memenangkan I-MHERE Project Grant dari World Bank. Dengan grant tersebut Fakultas Biologi didukung oleh KP4 membangun Kebun Anggrek di KP4 dan Botanical Garden, sehingga dapat menjadi pengganti kebun yang hilang itu. Alhamdulillah”, demikian tambah Ibu Endang.

Saat ditanya kapan bu Endang mulai mencintai anggrek? Dengan tersenyum beliau menjawab bahwa beliau mencintai anggrek sejak beliau menjadi mahasiswa Fakultas Biologi. Waktu kecil sebenarnya ibundanya juga sering memelihara anggrek di rumah beliau di Solo, tetapi saat itu belum timbul rasa cinta kepada anggrek tersebut. Nah, sejak kuliah di Fakultas Biologi inilah kecintaan beliau terhadap anggrek mulai tumbuh, berkembang dan mudah-mudahan terus lestari.
“Karena menjadi mahasiswa Biologi dan setiap hari melihat anggrek di Fakultas Biologi yang cantik-cantik, jadi senang dan kepingin terus menerus melihatnya. Awalnya senang itu hanya pada tahap melihat saja, tetapi lama-kelamaan menjadi cinta apalagi setelah mengikuti kuliah beliau (Prof. Moeso) sepertinya asyik juga memelihara anggrek apalagi ternyata anggrek itu juga bisa untuk wirausaha,” kata beliau dengan pandangan menerawang mengenang masa lalu.


“Untuk wirausaha kita bisa mengembangkan ilmu Biologi, misalnya untuk diterapkan pada anggrek, kita bisa mengambil 4 segmen dalam budidaya anggrek, yaitu bisa memproduksi anggrek botolan, anggrek umur remaja dalam pot, anggrek dewasa siap berbunga dan anggrek berbunga dalam pot,” beliau menambahkan lagi,“Sebetulnya itu adalah impian saya dulu”.
Sebenarnya hal unik apa sih yang dimiliki anggrek? Menurut beliau anggrek itu sifatnya evergreen, ngetrend selamanya. Selain itu, untuk bisnis juga menguntungkan. Tapi permasalahan utama adalah waktu tumbuh yang lama, sehingga orang mudah bosan. Nah, untuk mengatasi hal itu perlu kiat-kiat tertentu untuk bisa bermain di banyak sektor. Kita bisa khusus produksi bibit dalam botol, orang lain membeli bibitnya dan cukup membesarkannya sampai 10 cm, kemudian dijual kepada orang-orang yang membungakan, dst.

Bagaimanakah perjalanan karir bu Endang di bidang peranggrekan? Langkah pertama dimulai saat beliau diterima menjadi dosen di Lab Kultur Jaringan pada tahun 1987 dan langsung mengambil studi lanjut S2 Bidang Kultur Jaringan di Fakultas Pascasarjana UGM. Beliau memulai penelitian pertama bidang anggrek mengenai hibridisasi somatik antara anggrek Dendrobium dan Phalaenopsis melalui fusi protoplas. Beliau mendapatkan beasiswa Supersemar dari Presiden RI untuk penelitian tesis S2 nya ini. Tugas pertamanya saat menjadi dosen adalah merawat anggrek, mengkulturkan dan menggandakan anggrek sebanyak-banyaknya, serta mengajar di pelatihan-pelatihan. Kiat beliau saat mengajar tentang budidaya anggrek adalah selalu mengajak mahasiswa dan para peserta pelatihan untuk memulai dengan “mencintai” anggrek, sehingga dengan cinta kesuksesan dalam pembudidayaan dan perawatan akan dapat diraih.
“Orang tidak bisa mengajar kalau dia tidak mencintai apa yang akan diajarkannya. Kita harus berusaha mencintai dan menjiwai substansi yang akan diajarkan itu sebelum mengajarkannya ke orang lain,” ungkap beliau penuh semangat.

Fakta unik lain mengenai sosok pecinta Vanda tricolor dan Phalaenopsis amabilis ini, ternyata skripsi S1 beliau bukanlah anggrek, tapi berkaitan dengan genetika otak serangga. Lulusan S1 1986 dengan predikat Cum laude ini memulai kariernya menjadi dosen fakultas Biologi benar-benar dari nol, karena banting stir dari hewan ke tanaman. Beliau mengaku setelah benar-benar berusaha untuk tertarik mempelajari dan merawat anggrek, maka beliau bisa mulai mencintainya dan terus mencintainya sampai sekarang.

Bagaimana ceritanya dari hewan beralih ke anggrek? Begini nih ceritanya. Pada saat itu Prof. Moeso membutuhkan staf di Lab Kultur Jaringan. Singkat cerita, Bu Endang menjadi staf Prof.Moeso di Lab Kultur Jaringan. Hal pertama yang beliau lakukan adalah menjaga kebersihan anggrek. Kemudian meningkat, diajari mengawinkan anggrek oleh Prof.Moeso sendiri. Awalnya dari 10 anggrek yang disilangkan, hanya 20% yang berhasil. Akhirnya berhasil 100%. Baru akhirnya beliau diminta masuk di Lab dan belajar Kultur Jaringan sambil kuliah S2 yang diselesaikannya dalam waktu tepat 2 tahun. Sejak saat itu, berkat berbagai penelitian di bidang anggrek dan sebagai asisten Prof. Moeso, beliau mulai dikenal oleh khalayak umum.
“Jangan pernah tinggalkan anggrek”, demikian amanah Prof.Moeso sebelum meninggal, dan amanah inilah yang mengantarkan bu Endang tetap berjuang sampai saat ini. Demi anggrek, beliau menghadiri seminar-seminar di berbagai tempat dan terjun langsung ke lapangan untuk menyelamatkan anggrek-anggrek alam di tanah air yang keberadaannya terancam punah.

“Sebetulnya saya merasa sangat berat dengan kondisi seperti sekarang ini, dengan kondisi tidak ada tenaga laboran sebagai sumber daya manusia yang memadai di Laboratorium Bioteknologi saat ini, dan kondisi penganggrekan di tanah air yang lesu. Tetapi justru hal ini menjadi tantangan bagi saya, apakah yang harus dilakukan supaya anggrek Indonesia kembali bergairah dan anggrek menjadi tuan rumah di negeri sendiri? Kita semua tahu bukan, bahwa potensi anggrek di Indonesia itu seharusnya sangat bagus, karena letak Indonesia yang strategis di daerah tropis merupakan agroklimat yang ideal untuk pertumbuhan tanaman anggrek,”terang beliau.

Tidak ada cinta yang tidak diuji. Begitu pula perjalanan beliau di bidang peranggrekan. Karena pertumbuhan anggrek membutuhkan waktu yang cukup lama, maka banyak orang yang tidak mau/tertarik meneliti anggrek. Tidak mudah mengajak orang untuk menekuni bidang ini. Banyak orang yang senang pada bunga anggrek, tetapi tidak mau mengerti urusan “dapurnya”. Oleh karena itu, harus ada kerjasama antara berbagai sektor yaitu Akademisi-Bisnisman-Community/masyarakat-Government/pemerintah (A-B-C-G). Keempat pihak/sektor tersebut harus bekerjasama dalam kompetensinya masing-masing untuk memajukan peranggrekan di Indonesia,” tambah beliau.


Selama ini BiOSC yang dijadikan sebagai wadah bagi mahasiswa yang mencintai anggrek untuk lebih mengenal anggrek dan menggerakkan dunia peranggrekan Indonesia dirasa sudah baik dalam berupaya mengeksplorasi anggrek-anggrek alam melalui ekspedisi ke berbagai hutan maupun bukit, tetapi karya nyata untuk peranggrekan di Fakultas masih belum tampak nyata. Oleh karena itu pihak Fakultas perlu duduk bersama dengan adik-adik BioSC dan kelompok studi yang lain dalam mengembangkan ide-ide pengembangan landscape dan peranggrekan di Fakultas Biologi. Pesan bu Endang untuk BioSC kedepannya, sebaiknya Pengurus dan anggota BioSC selalu aktif mengikuti kegiatan peranggrekan yang dilaksanakan oleh Fakultas (Lab Bioteknologi), PAI maupun penganggrek-penganggrek lainnya di DIY maupun daerah lain di tingkat nasional, serta aktif mengikuti seminar-seminar atau ekspedisi anggrek di hutan-hutan tropis di seluruh Indonesia dan membuat kerjasama dengan alumni-alumni Fakultas Biologi/BiOSC yang bekerja di berbagai Taman Nasional di negeri ini. Sehingga kita bisa mewujudkan impian kita menjadikan Fakultas Biologi UGM sebagai “Indonesian Orchid Research Center”


Nah yang terakhir ini adalah pesan dan harapan Bu Endang untuk kita, terutama anggota BiOSC.
“Jangan pernah lelah untuk meneliti..dan meneliti anggrek-anggrek kita. Sebagai generasi muda kalian harus selalu berusaha memupuk sifat-sifat ingin tahu serta terus mempunyai pemikiran cemerlang ke depan berdasarkan apa yang kita lihat hari ini. Karena tidak ada sesuatu yang sia-sia. Tuhan menciptakan segala sesuatu pasti ada maknanya. Cari tahulah apa makna itu dengan menyibak tabir yang Tuhan berikan. Jangan pernah lelah untuk melakukan itu. Karena apa? Karena meneliti itu ibadah. Tetap ikhlas dan istiqomah (terus-menerus) dalam menjalaninya. Semoga ke depan BiOSC semakin berkibar dan sukses selalu. (Astri)


6 komentar:

  1. Mohon informasi, apakah di Biologi UGM membuka pelatihan kultur jaringan anggrek?

    BalasHapus
  2. الحمد للهجومين
    Syukran Prof. Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc.

    BalasHapus
  3. الحمد للهجومين
    Syukran Prof. Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc.

    BalasHapus
  4. ALHAMDU LILLAH
    Terima Kasih Prof. Dr. Endang Semiarti, M.S., M.Sc.

    BalasHapus
  5. Maaf tulisan arabnya kok jadi keliru seharusnya الحمد لله

    BalasHapus