Salah satu kegiatan penting dari Divisi Konservasi adalah menjaga kelestarian anggrek Indonesia dengan eksplorasi dan konservasi berkesinambungan. Salah satu anggrek yang terancam punah adalah Grammatophylum speciosum. Dalam Koran Tempo, Agung Satriyo - Penanggungjawab anggrek hutan dari Komunitas Foto Biodiversitas Indonesia mengatakan, anggrek kini menjadi tanaman yang terancam punah karena dua hal yakni eksploitasi dan rusaknya habitat. Eksploitasi dipicu oleh semakin tumbuhnya hobi mengoleksi anggrek. Maraknya perdagangan anggrek, diakibatkan belum adanya pengetahuan mengenai pentingnya menjaga keanekaragaman hayati. Pembudidayaan anggrek umumnya tidak diimbangi dengan upaya konservasi. Gerakan konservasi sebenarnya bisa dilakukan dengan mengembalikan anggrek ke habitat aslinya sehingga anggrek di hutan tetap ada. Lemahnya penegakan hukum juga menjadi penyebab kian suburnya perdagangan anggrek. Padahal tanaman anggrek sudah dilindungi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa. Dalam PP tersebut, sebanyak 29 spesies anggrek langka dilindungi seperti anggrek hitam (Coelogyne pandurata), anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum), dan anggrek aksara (Macodes petola). Namun, PP tersebut jarang dipakai untuk menjerat pedagang anggrek.
Selain itu, rusaknya habitat, seperti pembukaan atau alih fungsi hutan menjadi ancaman punahnya anggrek. Sebab sebagian besar anggrek hidup epifit. Oleh karenanya, menjaga keberadaan anggrek di hutan, sama halnya dengan menjaga kelestarian hutan itu sendiri. Dalam satu pohon sedikitnya bisa terdapat 11 hingga 13 spesies anggrek. Lalu berapa anggrek yang hilang bila hutannya dirambah? (Div.Konservasi)